Internet GameOnline,Offline Computer Voucher

Powered by Blogger.

MENDESKRIPSIKAN TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRAAKSARA DAN MASA AKSARA

MENDESKRIPSIKAN TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRAAKSARA DAN MASA AKSARA

A.      Tradisi Masyarakat Indonesia Masa Praaksara
Manusia pada dasarnya makhluk yang diciptakan Tuhan sama seperti makhluk lain, namun manusia mempunyai kelebihan, yaitu akal dan kecerdasan. Dengan kecerdasaannya atau akalnya, manusia dapat memenuhi segala keperluan hidupnya, menciptakan alat-alat yang dapat membantu mencukupi dan meringankan beban tugas, bertahan dari kekerasan dan mara bahaya dalam kehidupannya, merancang masa depannya yang lebih baik, serta memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dengan akal dan kecerdasan tersebut, maka manusia menciptakan berbagai macam hasil karya untuk memenuhi berbagai kebutuhan jasmani dan rohaninya. Hal inilah yang dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan umat manusia itu mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal, karena terdapat dalam semua wujud kebudayaan yang dihasilkan semua manusia dunia. Koentjaraningrat merumuskan bahwa tujuh unsur budaya yang dimaksud adalah :
1.      Bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2.      Sistem peralatan atau sistem teknologi.
3.      Sistem mata pencarian hidup atau sistem ekonomi.
4.      Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial.
5.      Sistem pengetahuan.
6.      Sistem religi atau sistem kepercayaan.
7.      Kesenian yang meliputi seni patung, relief, lukisan, gambar, vocal, dan kesusasteraan.
Kebudayaan ini pada hakikatnya dikelompokkan menjadi dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena saling ketergantungan atau saling mengikat. Kedua aspek yang dimaksud adalah :


1.      Aspek Material (Tangible)
Segala macam benda yang berhasil diciptakan oleh manusia sebagai perwujudan dari kepandaian akalnya disebut aspek material. Aspek jenis ini dapat diraba, dipegang, dan dilihat, sehingga secara langsung kita teliti dan selidiki secara mendalam. Adapun yang dimaksud dengan budaya material adalah hasil karya manusia berupa benda yang dapat dilihat, diraba, dan dipegang. Dari hasil ekskavasi yang dilakukan dan berhasil menemukan banyak sekali benda-benda material ini, dapat disimpulkan bahwa dari zaman ke zaman hasil karya ini menunjukkan hasil yang mengalami peningkatan baik dilihat dari jumlah, bentuk, kualitas, dan fungsinya. Perkembangan budaya aspek material di Indonesia pada zaman praaksara ini dapat di jabarkan sebagai berikut.
a.       Masa berburu dan meramu ( food gathering people )
Terjadi pada masa pleistosen yang berlangsung kurang lebih 3 juta – 10.000 tahun yang lalu. Pada masa ini berkembang dua budaya, yaitu:
1.      Budaya pacitan yang merupakan hasil budaya manusia purba jenis pithecanthropus erectus, berupa alat-alat dari batu, tulang, dan kayu. Alat yang dihasilkan bisa digunakan untuk keperluan berburu dan meramu. Alatnya antara lain dinamakan kapak perimbas (chopper), alat serpih (flakes), dan kapak penetak (chopper tool). Budaya ini banyak ditemukan didaerah Punung (Pacitan), Lahat (Sumatra Selatan), Cabenge(Sulawesi Selatan), Gua Chou Kou Tien (Tiongkok), Myanmar, dan Malaysia.
2.      Budaya Ngandong yang berlangsung pada masa Pleistosen Atas dan merupakan hasil budaya manusia purba jenis Homo Wajakensis. Hasil kebudayaan berupa rangkaian alat-alat terbuat dari tulang dan tanduk antara lain alat penusuk, ujung tombak bergerigi, flakes, dan chalcedon. Dari penemuan ini dapat disimpulkan bahwa manusia di zaman ini hidup dari berburu, menangkap ikan, dan mengumpulkan umbi-umbian.
b.      Masa bercocok tanam (food producing people)
Periode ini bisa dikatakan masa revolusioner karena ada perubahan pola hidup dari nomaden ke sedenter. Alat yang diciptakan sudah mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan saat itu. Peralatan yang baru dan jumlahnya banyak adalah beliung persegi (di Semenanjugn Tanah Melayu disebut kapak bahu) yang berbentuk seperti cangkuldan kapak lonjong. Kedua alat ini diperkiraan digunakan untuk bercocok tanam. Penemuan ini banyak terjadi di daerah Sumatra, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
c.       Masa Megalithikum (zaman batu besar)
Masa ini merupakan hasil tradisi masa praaksara yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan spiritual karena hasil budayaya terbuat dari batu berukuran besar bahkan ada yang terbuat dari batu utuh. Hasilnya antara lain waruga, dolmen, menhir, punden berundak, sarkofagus, dan peti kubur batu yang ditemukan di Bondowoso-Jawa Timur, Kuningan-Jawa Barat, dan Bali.
d.      Masa perudagian (Dong son cultures)
Pada masa ini manusia sudah mengenali teknologi pengecoran logam yang didapat dari budaya Dong Son, Vietnam, maka dinamakan budaya Dong Son. Hasil Kebudayaan ini berupa nekara (ditemukan di Bali, Pulau Rote, Pulau Selayar, Alor, dan Papua, kapak corong (karena bagian tangkai berbentuk corong ditemukan di Makassar, Pulau Rote, Tuban, dan Jawa Barat), moko, perhiasan, persenjataan, dan arca perunggu yang ditemukan di Bangkinang, Sumatra dan Limbangan, Bogor.


2.      Aspek Nonmaterial (Intangible)
Aspek ini terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun secara teratur yang sama sekali tidak dapat diraba, dipegang, tetapi dapat dilihat secara aktivitas  dari perwujudan aspek ini. Aspek nonmaterial meliptuti falsafah hidup, norma-norma, nilai-nilai, aspek keagamaan, aspek kesenian, dan aspek kemasyarakatan. Aspek nonmaterial ini hanya dapat diteliti apabila berhubungan langsung dengan pemilik atau pendukungnya.
Budaya nonmaterial seperti dijelaskan pada keterangan sebelumnya adalah budaya yang tidak dapat diraba dan dilihat bentuknya, tetapi dapat dirasakan, dan dinikmati hasilnya. Manusia dengan karunia akal yang diberikan Tuhan, mendorong kemunculan peradaban yang bersifat nonmaterial, hal ini dikarenakan rasa keingintahuan dari manusia yang demikian besar terhadap hal-hal yang masih dianggap misteri olehnya. Tentang keberadaan manusia itu sendiri, kekuatan-kekuatan besar yang dirasakan pada petir, pohon besar, gunung meletus, angin puting beliung, dan sebagainya. Hal ini merupakan misteri yang harus diungkapkan manusia saat itu. Menurut J. L. Brandes, masyarakat Indonesia pda masa praaksara telah mempunyai tradisi sendiri yang berkembang jauh sebelum kedatangan bangsa India ke Indonesia. Dengan kata lain, bahwa tradisi-tradisi tersebut merupakan budaya asli masyarakat Indonesia pada masa praaksara. Tradisi-tradisi tersebut meliputi:
a.       Sistem kepercayaan
Kepercayaan yang dianggap paling awal muncul dikalangan manusia purba Indonesia adala kepercayaan terhadap kehidupan sesudah mati dan adanya kepercayaan terhadap roh-roh jahat yang dianggap dapat mendatangkan becana bagi kehidupan manusia. Orang yang meninggal, rohnya dianggap masih ada di sekitar merka. Oleh karena itu, kemudian muncul pemujaan terhadap roh nenek moyang yang disebut animism. Agar kehidupan di alam roh dapat tenang dan terjamin dengan baik, maka orang yang mati dibekali dengan benda-benda bekal kubur seperti bersama dengan penguburan jasadnya. Sebagai tanda berbelasungkawa, maka keluarga memotong salah satu jari tangan bukti kehilangan anggota keluarga. Ini dapat dilihat pada lukisan jari tangan terbuka dengan empat jari yang ditemukan di dinding Gua Leang-Leang di Sulawesi Selatan.
Selain animisme, berkembang pula kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Kepercayaan tersebut disebut dinamisme. Benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib biasanya yang dianggap besar atau menakutkan seperti pohon besar, batu besar, dan petir. Di samping itu ada pula dijumpai tradisi yang terkait dengan upacara penguburan, yaitu pendirian bangunan-bangunan megalitik, yang menurut para ahli tradisi ini terus berkembang sampai datangnya pengaruh India ke Indonesia.
b.      Sistem kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan dalam bentuknya yang sederhana mulai tumbuh pada masa berburu dan meramu serta makin menemukan bentuk yang lebih jelas setelah mereka hidup menetap pada masa bercocok tanam. Pada masa berburu, mereka hidup secara berkelompok sekitar 10-15 orang dengan tujuan agar lebih mudah dalam berburu hewan liar, menghadpi bencana alam.
Ada empat hal penting yang terkait dengan tumbuhan sistem kemasyarakatan ini, yaitu:
1)      Mulai hidup menetap yang cukup lama pada suatu wilayah akhirnya menumbuhkan ikatan batin dengan lingkungan dan dengan individu-individu lain dalam kelompok tersebut. Ikatan dengan individu lain ini mengakibatkan pula mulai ada sosok yang dianggap dituakan atau mempunyai kelebihan yang kemudian dianggap sebagai pemimpin kelompok itu. Inilah cikal bakal pemilihan pemimpin kelompok berdasarkan primus interpares.
2)      Munculnya pembagian tugas berdasarkan gender (jenis kelamin). Kaum laki-laki bertugas berburu, membangun rumah, mengolah tanah, sedang kaum perempuan lebih ke pekerjaan yang tidak banyak menguras tenaga seperti merawat rumah, mengumpulkan makanan, menebar benih biji-bijian, dan mendidik anak.
3)      Agar kehidupan dapat berjalan dengan teratur, maka muncul pula aturan-aturan yang disepakati dan ditaati bersama, yang dinamakan dengan norma.
4)      Dalam kehidupan tersebut akhir dikenal adanya pelapisan sosial masyarakat (hierarki) berdasar ilmu yang dikuasai, usia, kekayaan, atau kewibawaan.
c.       Sistem Pertanian
Sistem ini mulai dikenal pada zaman neolithikum ketika manusia merasa bahwa sistem berburu dan meraum dianggap tidak lagi efisien karena makanan makin berkurang. Mulailah mereka memikirkan cara memproduksi makanan dengan huma berpindah. Dengan cara membuka hutan melalui pembakaran hutan kemudian ditanami dengan aneka umbi-umbian, talas, pisang, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Ketika bangsa proto melayu dating ke Indonesia pada tahun 2000 – 1500 SM dan bercampur dengan penduduk asli dan menurunkan bangsa Indonesia yang sekarang ini, mereka menyempurnakan sistem bercocok tanam dari cocok tanam kering berpindah menjadi sistem bercocok tanam sawah dengan irigasi atau pengolahan tanah yang lebih baik bahkan sudah dikenal sistem pemupukan tanah agar kesuburannya tidak hilang. Jenis padi-padian dan bermacam-macam buah mulai ditanam seperti pisang, sukun, durian, manggis, rambutan, dan kelapa. Sebagai pertanda kapan waktu yang tepat untuk memulai menanam, maka pada masa ini telah memanfaatkan ilmu astronomi dengan berpedoman kepada munculnya bintang waluku (bintang beruang besar) sebagai pertanda akan datangnya musim penghujan.
d.      Pelayaran
Perubahan besar yang terjadi pada zaman neolithikum ini selain pola hidup yang berubah menjadi hidup menetap, juga berkembangnya sistem perdagangan dan pelayaran. Hal ini sangat wajar terjadi karena nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan bagian Negara Vietnam yang kemudian dengan menyusuri Sungai Mekong dan Sungai Salwin mereka tiba di pantai Indo Tiongkok yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan pelayaran ke lau lepas, sehingga sampai ke Kepulauan Indonesia. Pelayaran itu menggunakan perahu bercadik yang terbuat dari batang pohon yang dibuat rongga ditengahnya melalui cara dibakar sedikit demi sedikit, setelah itu diberi layar dan diberi cadik pada sisi kanan kiri yang berfungsi sebagai penyimbang.
Jenis perahu bercadik ini seperti yang ditemukan pada relief candi Borobudur ada tiga jenis, yaitu:
1)      Perahu besar yang bercadik,
2)      Perahu besar yang tidak bercadik,
3)      Perahu lesung, yaitu perahu yang terbuat dari satu batang pohon dan pata bagian tengahnya dikeruk hingga menyerupai lesung dan memanjang.
e.       Perdagangan
Setelah menetap di Indonesia, mereka mengembangkan kegiatan pelayaran dengan menyusuri sungai-sungai besar untuk melakukan pelayaran antarpulau di Nusantara. Bahkan pada awal abad masehi, bangsa Indonesia aktif dalam perdagangan dan pelayaran internasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya lukisan/relief perahu bercadik pada salah satu dinding Candi Borobudur. Untuk kegiatan pelayaran ini, leluhur bangsa Indonesia telah menggunakan ilmu astronomi untuk menunjukkan arah, yaitu bintang biduk selatan untuk menunjuk arah selatan dan bintang pari (bintang gubuk penceng) untuk menunjukkan arah utara. Perdagangan antarpulau di Nusantara pada saat itu makin membutuhkan keberadaan pelayaran. Perdagangan yang berkembang adalah perdagangan dengan sistem barter atau saling menukar barang. Barang yang diperdagangkan berupa hasil pertanian, hasil laut, kerajinan tangan (gerabah, perhiasan, dan beliung), dan garam. Satu tahap kemajuan dalam sistem pedagangan terjadi pada masa perundagian, dimana perdagangan sudah menggunakan cincin yang berlubang kecil ditengahnya. Kemungkinan berfungsi sebagai alat pembayaran (uang), sehingga perdagangan tidak hanya barter tetapi sudah dikenal sistem jual-beli dengan menggunakan cincin tadi.
f.       Sistem bahasa
Untuk dapat saling berkomunikasi antarindividu satu dengan individu yang lain, perlu menggunakan mediator sebagai penghubungnya. Mediator itulah yang kemudian menimbulkan adanya sistem kebahasaan pada masa purba. Menurut hasil penelitian dari H. Kern dan Von Heine Geldern, dapat disimpulkan bahwa bahasa yang berkembang di pulau-pulau  Nusantara ini termasuk rumpun bahasa Melayu Polinesia atau yang lebih terkenal dengan bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia yang sampai ke Indonesia ini berasal dari sekitar Campa, Vietnam, dan Kamboja.
Menurut J.L Brandes, dinusantara ini berkembang dua jenis bahasa, yaitu bahasa Indonesia bagian barat dan Bahasa Indonesia Bagian timur. Hal ini bisa terjadi karena sesuai  dengan persebaran budaya kapak lonjong di wilayah timur dan kapak perse-gi di wilayah barat.
g.      Ilmu pengetahuan dan teknologi
Selain kepandaian yang telah dikemukakan di atas, ada lagi kepandaian yang dimiliki oleh manusia Indonesia di zaman prasejarah yang erat kaitannya dengan teknologi dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Penguasaan di bidang iptek tersebut meliputi:
1)      Pengecoran logam yang menghasilkan berbagai benda dari Iogam baik besi maupun perunggu dengan berbagai bentuk dan fungsi. Teknik yang digunakan untuk membuat bendabenda dari Iogam dikenal tehnik a cire perdue dan teknik bivalve.
2)      Astronomi (ilmu perbintangan) yang digunakan untuk kepentingan praktis antara lain untuk mengetahui kapan harus bercocok tanam, kapan harus melakukan pelayaran, dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan perdagangan.
3)      Mengenalanginmusonsebagaipenggerak perahu bercadik yang berlayar. Dengan demikian dapat diketahui waktu yang tepat untuk berangkat dan kembali ke kampong halaman dalam kegiatan pelayaran,
4)      Teknik penoampuran antara timah dengan tembaga yang menghasilkan jenis logam baru, yaitu perunggu.
h.      Kesenian
Pada masa hidup bercocok tanam, manusia sudah hidup menetap (sedenter) Untuk mengisi waktu penantian atau masa jeda antara waktu menanam sampai datangnya musim panen, maka mereka mengembangkan jiwa seni yang telah mulai tumbuh dalam jiwa mereka. Jiwa seni tersebut disalurkan dengan menciptakan seni batik, seni gamelan, dan seni wayang. Seni wayang pada awalnya merupakan bagian dari ritual pemujaan terhadap roh nenek moyang, di mana nenek moyang divisualisasikan dengan boneka. Setelah ada pengaruh Hindu-Buddha, maka kedudukan roh nenek moyang ini diganti dengan tokoh tokoh dari kitab Mahabharata dan Ramayana.
i.        Sistem macapat
Pengertian sistem macapat di sini adalah suatu kepercayaan yang berdasar pada pembagian empat penjuru arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat) untuk pendirian bangunan yang meliputi pusat kota (istana), alun-alun, tempat pemujaan, pasar, dan penjara. Pendirian bangunan tersebut dibuat skema bersudut ernpat di mana setiap sudut mempunyai kemampuan dan kekuatan magis, sehingga perlu diberi sesajen.

B.  Bentuk dan Jejak Masa Lampau
Semua peristiwa sejarah paetilah sudah terjadi beberapa tahun atau bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu. Untuk dapat merekonstruksinya kembali, dibutuhkan peninggalan ataujejak peristiwa sejarah itu. Tetapi, kesulitan akan muncul dikarenakan tidak semua peristiwa sejarah itu meninggalkan jejak sejarah. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat membantu untuk merekonstruksikan kembali atau paling tidak membantu untuk menemukan jejak sejarah melalui apa yang dinamakan folklore, mitologi, legenda, upacara adat, dan lagu-lagu daerah di Indonesia.
1.      Folklore
Pengertian folklore adalah adat istiadat atau cerita rakyat yang diwariskan secara
Turun temurun secara lisan,jadi tidak dibukukan. Ciri umum folklore sebagai berikut.
a.       Diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
b.      Bersifat tradisional, yaknl disebarkan dalam bentuk relatif tetap minimal dua generasi dan di antara kolektif tertentu.
c.       Menjadi milik bersama dari kelompok masyarakat tertentu.
d.      Mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama, misalnya sebagai alat pendidik, sebagai pelipur lara, protes sosial, atau sebagai cita-cita yang terpendam.
Menurut ahli folklore Indonesia, James Dananjaya mengacu kepada pendapat Jan Harold Brunvard peneliti folklore dari Amerika Serikat, berpendapat bahwa folklore terbagi menjadi:
a.       Folklore lisan,yaitu folklore yang diwariskan dalam bentuk lisan, meliputi bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, prosa rakyat, dan nyanyian rakyat, sage, dan fabel. Folklore ini dinamakan juga mentifact.
b.      Folklore nonlisan, yaitu folklore yang diwariskan dalam bentuk benda-benda hasil budaya atau berbentuk materi, meliputi arsitektur bangunan tradisional, pakaian adat, perhiasan tradisional, obat-obatan tradisional, dan makanan rakyat. Folkloreini termasuk artefak.
c.       Folklore sebagian lisan atau diistilahkan juga sebagai fakta sosial atau sociofact. Folklore sebagai lisan antara lain takhayul, teater rakyat (ketoprak, lenong, ludruk), tari rakyat (tayuban, doger, jaranan, ngibing), upacara tradisional, dan pesta rakyat seperti bersih deso.

2.      Mitologi
Berasal dari kata mite yang berarti cerita dewa-dewa atau berhubungan dengan kekuatan gaib, dan logos yang berarti ilmu. Oleh karena itu, mitologi mempunyai makna cerita tentang dewa-dewa atau sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Ciri khas dari mitologi ini adalah tokoh sentral, yaitu dewa/dewi atau makhluk yang dianggap suci atau manusla setengah dewa. Setiap daerah/wilayah ataupun setiap negara mempunyai mitologi sendiri- sendiri yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Sebagai contoh, misalnya masyarakat Jawa di Pantal Selatan mempercayai adanya Nyi Roro Kidul, penguasa paldi adalah Dewi Sri, kemudian masyarakat Yunani Kuno memuja Hercules, dan Romawi Kuno memuja dewa laut, Neptunus.
3.      Legenda
Merupakan cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dihubungkan dengan kejadian tempat tertentu atau tokoh sejarah tertentu yang dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, atau keistimewaan tokoh utamanya. Legenda terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:
a.       Legenda keagamaan, yaitu legenda orang-orang yang dianggap suci dan diistilahkan dengan hagiograii (legend of the saint). Contohnya Iegenda Wali Sanga, yaitu cerita sembilan waii yang berperan besar dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
b.      Legenda kegaiban, yakni berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah diaiami seseorang. Biasanya berfungsi untuk meneguhkan kebenaran takhayul mengenai tokoh-tokoh takhayul seperti gendruwo, sundel boiong, dan kuntilanak.
c.       Legenda perseorangan yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar ada. Contohnya Robin Hood, Ande-Ande Lumut, Si Pitung, dan Si Kabayan.
d.      Legenda lokal, yaitu cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat danbentuk topografi permukaan bumi. Contohnya Legenda Banyuwangi dan Legenda Salatiga.

4.      Upacara Adat
Masyarakat prasejarah telah mengenal berbagai upacara tradisional yang dihubungkan dengan kejadian-kejadian tertentu. Pelaksanaannya berbeda antara satu daerah dengan daerah yang Iain, karena memang masing-masing daerah mempunyai ragam dan aturan yang berbeda. Upacara adat masih dilakukan oleh sebagian masyarakat kita pada masa sekarang ini yang mendapatkan warisan budaya dari generasi sebelumnya. Pengklasinkasian upacara tradisional ini dapat terbagi ke dalam empat macam upacara adat, yaitu:
a.       upacara kelahiran,
b.      upacara kematian,
c.       upacara perkawinan,
d.      upacara pemilihan dan pengukuhan kepala suku.

5.      Lagu-Lagu Daerah (Folksongs)
Lagu-Iagu daerah merupakan deretan syair-syair yang dilagukan dengan irama yang menarik, beredar secara Iisan di kalangan masyarakat tertentu dan banyak yariannya, sehingga dapat mengungkapkan perasaan gembira, sedih, jenaka, atau bahkan kritikan terhadap suatu keadaan. Dilihat dari isinya, lagu daerah (folksongs) dibedakan sebagai berikut:
a.       Lagu daerah anak-anak, misalnya Jamuran, Ilir-llir, dan Injit-Injit Semut.
b.      Lagu daerah rakyat umum biasanya berisi nasihat atau epos, misalnya Butet, Suwe Ora Jamu, dan Bungo Jeumpo.


C.  Cara Masyarakat Praaksara mewariskan Budayanya
Masa praaksara yang rentang waktunya dari sekarang sangat jauh masanya, bagi dunia ilmu pengetahuan bukan merupakan hambatan untuk berhentinya penelitian mengenai masa lalu.
Tetapi fakta ini membuat para peneliti makin tertantang untuk dapat menguak misteri mengenai apa, mengapa, bagaimana, dan siapa saja yang pernah membuat peran besar pada masa praaksara. Ketiadaan bukti tertulis juga dianggap bukan halangan untuk menguak misteri tersebut. Hal yang kemudian menimbulkan pertanyaan adalah bagaimana manusia di masa praaksara mewariskan budayanya, sehingga dapat terus terjadi transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Dari hasil penelitian dan pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa Cara pewarisan budaya pada masa praaksara melalui cara-cara sebagai berikut.
1.      Melalui Keluarga
Keluarga adalah tempat di mana pertama Kali anak mendapatkan pelajaran tentang hidup. Melalui keluargalah anak tumbuh menjadi manusia yang sifat dan wataknya dibentuk oleh Keluarga. Anak tumbuh menjadi insan yang bermartabat dengan segala kehalusan budi pekefti, atau anak tumbuh menjadi manusia yang liar dan sukar dikendalikan, semua itu akan menuntut peran keluarga bagi pertumbuhankepribadian anak. Bertitik tolak pada pandangan tersebut, maka pewarisan budaya masa praaksara dapat berkembang dan bertahan dari generasi ke generasi berikutnya, di sinilah peran Keluarga. Melalui keluargalan pewarisan budaya itu akan terus berlanjut, sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang Iama. Pewarisan budaya dapat dilakukan melalui Keluarga meliputi:
a.       Adat istiadat
Orang tua memperkenalkan tradisi yang ada dalam kelompok masyarakat, baik secara langsung (memberi nasihat tentang baik dan buruk, memberitahukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan) maupun tidak langsung (berperilaku baik, berkata jujur, tidak berbohong) kepada anak.


b.      Cerita atau dongeng
Dongeng mempunyai pengertian cerita yang berisi tentang nasihat kehidupan yang baik, atau cerita yang mengandung tatanan nilai ajaran baik buruk. Contohnya cerita Bawang Merah Bawang Putih dari Jawa Tengah, Malin Kundang dari Sumatra Barat, Si Kabayan dari Jawa Barat, dan cerita Singa Rewa dari Kaiimantan Tengah.
2.      Melalui Masyarakat
Manusia pada dasarnya adalah zoon politicon. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan orang iain. Tidak ada di dunia ini manusia yang dapat hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan manusia purba yang masih sangat primitiftaraf perkembangan pemikirannya, juga sudah mempraktikkan zoon politicon tersebut. Dalam berburu, dalam membangun rumah, dalam mempertahankan diri dari bahaya, mereka sudah hidup secara berkelompok di mana satu kelompok dapat terdiri dari 10 - 15 orang. Tidaklah mengherankan bahwa masyarakat juga sangat berperan dalam pewarisan budaya ini. Transformasi budaya dengan media masyarakat ini dapat dilakukan lewat dua cara,yaitu:
a.       Adat istiadat
Di dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat, secara tertulis ataupun secara kesepakatan akan ada aturan/ norma/nilai yang dipatuhi secara bersama oleh seiuruh anggota masyarakat. Bagi yang melakukan pelanggaran, akan ada sanksi yang harus dijalani, sehingga akan menimbulkan efek jera bagi yang menjalani dan yang be|um melakukan pelanggaran akan berhati-hati untuk tidak meiakukan pelanggaran.
b.      Pertunjukan dan hiburan
Hiburan yang dianggap paling efektif untukmewariskan budaya pada masa praaksara adalah pertunjukan wayang, dikarenakan dalam ceritanya banyak mengandung petuah yang bermanfaat, sekaligus sebagai media pengingat bagi masyarakat untuk mengingat masa lalu. Dalam cerita wayang termuat beberapa cerita yang menggunakan unsur- unsur: religius, hiburan, falsafah kehidupan, petunjuk mengenai etika, dan sopan santun.


D.  Tradisi dan Peninggalan Masyarakat Indonesia Masa Aksara
1.      Tradisi Masyarakat Indonesia Masa Aksara
Tradisi masa aksara merupakan kelanjutan dari tradisi masa praaksara dalam rentang waktu yang panjang. Berkembangnya tradisi masanaksara tidak Iain dikarenakan akibat tidak langsung dari hubungan dagang antara India dengan Tiongkok yang melalui Laut pada awal abad Masehi, sehingga jalur perdagangan Iaut itu membawa berkah bagi Indonesia karena negara Kita kemudian terlibat dalam hubungan dagang tersebut yang berimbas kepada babak baru perjalanan bangsa kita, yaitu memasuki masa aksara. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan negara Indonesia terlibat dalam hubungan dagang itu.
a.       Letak Indonesia yang strategis pada persimpangan jalan darat dan laut, yaitu antara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan antara dua benua (Asia dan Australia).
b.      Terletak Dada jaiur perdagangan India dan Tiongkok.
c.       Teknoiogi pelayaran Tiongkok yang mengalami perkembangan.
d.      Berpindahnya jalur perdagangan darat Tiongkok (jalur sutra) yang menghubungkan Tiongkok dengan Timur Tengah ke jalur perdagangan Iaut yang kemudian melewati Indonesia.
Menurut J. C. van Leur dan O. W. Walters mengemukakan pendapat bahwa hubungan Indonesia dengan India Iebih dahuiu terjalin dibandingkan dengan Tiongkok. Hal itu terbukti dengan adanya tuiisan pada Kitab Jataka yang menyebut tentang negeri yang jauh di timur bernama suvarnabhumi (negeri emas), yang oleh para pakar sejarah dan arkeolog diperkirakan adalah Sumatra. Hubungan ini terjadi diperkirakan pada awai abad Masehi. Hubungan dengan India ini kemudian berpengaruh besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia di berbagai bidang, meliputi ekonomi, pemerintahan, sosial, dan budaya termasuk di dalamnya kepercayaan. Kedua budaya itu kemudian saling berakulturasi dan dapat dipaparkan berikut ini.
a.       Bidang Pemerintahan
Sebelum terpengaruh oleh kebudayaan India, kehidupan pemerintahan masyarakat Indonesia adalah system kepala suku. Masyarakat dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipiiih karena beberapa kelebihan seperti kesaktian, kebijaksanaan, berilmu, ketangguhan, dan sebagainya. Setelah terpengaruh kebudayaan India, sistem kepala suku berganti dengan sistem kerajaan. Rakyat dipimpin oleh seorang raja yang dianggap sebagai dewa yang turun ke bumi untuk memimpin rakyatnya, sehingga kedudukan raja berlaku secara turun-temurun tidak Iagi dipilih oleh rakyat. Dampak dari pengaruh ini, maka muncullah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Majapahit, dan Iain-Iain.
b.      Bidang Sosia
Pada zaman praaksara, masyarakat Indonesia tidak mengenal stratitikasi sosial masyarakat. Semua berkedudukan sama dan sederajat (egaliter). Tetapi setelah mendapat pengaruh India, maka muncul pelapisan sosial masyarakat berdasarkan Kasta sesuai dengan yang terdapat dalam ajaran Hindu. Peiapisan masyarakat tersebut terdiri atas:
1)      Kasta brahmana, menduduki kelas paling atas dalam masyarakat, mereka adalah para pendeta agama Hindu.
2)      Kasta ksatria, yang terdiri masyarakat kelas bangsawan dan prajurit kerajaan.
3)      Kasta waisya, mereka adalah para pedagang kaya.
4)      Kasta sudra, yaitu kelas paling bawah terdiri para rakyat jelata yang tidak punya kekayaan dan dianggap hanya mempunyai tenaga saja.

c.       Bidang budaya
Pengaruh bidang budaya ini meliputi tulisan, seni ukir/hias, kesusastraan, dan seni bangunan.
1)      Tulisan
Pengaruh India yang dianggap membawa perubahan besar dalam perjalanan sejarah Indonesia adalah budaya tulisan. Peninggalan tertulis paling tua yang sampai saat ini pernah diketemukan adalah tulisan pada tiang batu yang disebut Yupa diduga berasal dari abad 5 M, merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Tulisan ini berhuruf Pahlawan dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangannya, bahasa Sanskerta kemudian digantikan oleh bahasa Kawi (di Jawa) dan bahasa Melayu (di Sumatra). Sedang huruf Pallawa kemudian digeser oleh aksara Kawi yang kemudian berubah Iagi menjadi huruf ha na ca ra ka (di Jawa Tengah) dan cacarahan (di Sunda).
2)      Kesusatraan
Seiring dengan berkembangnya tulisan, maka berkembang pula seni sastra baik yang berbentuk prosa maupun puisi. Berdasarkan isinya, kesusastraan terdiri atas kitab tutur berupa kitab keagamaan, kitab hukum, kitab wiracarita/kepahlawanan, Serta kitab cerita lain mengenai kesusilaan dan uraian sejarah. Kitab wiracarita ternyata paling terkenal di kalangan masyarakat yang diambil dari Kitab Ramayana yang merupakan karya dari pujangga India bernama Empu Walmiki dan Mahabharata juga merupakan karya pujangga India bernama Empu Wiyasa. Kedua kitab tersebut kemudian dipadukan dengan budaya asli Indonesia, maka muncullah seni wayang yang memberikan ajaran sangat edukatif.
3)      Seni bangunan dan seni ukir
Pengaruh budaya India pada bidan seni bangunan dan ukir berdampak pada dikenalnya dan dibangunnya berbagai Candi di Indonesia yang relief-reliefnya atau ukiran-ukirannya Iebih hebat dari yang ada di India.
Ada perbedaan fungsi candi di India dengan di Indonesia. Kalau di India, candi hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan para dewa. Kalau di Indonesia, selain berfungsi sebagai tempat peribadatan, maka candi juga berfungsi sebagai makam raja atau tempat menyimpan abu jenazah dan di atasnya dibangun patung raja yang mirip dengan dewa yang dipujanya, sehingga unsur animisme masih dipertahankan di sini.
4)      Bidang kepercayaan
Sebelum pengaruh India masuk, bangsa Indonesia sudah mempunyai kepercayaan sendiri, yaitu animisme dan dinamisme. Setelah ada pengaruh India maka kepercayaan Iama tidak hilang begitu saja, tetapi terjadi sinkretisme di mana masyarakat menganut agama Hindu ataupun Buddha tetapi masih ada sisi memuja ron nenek moyang. Hal ini menyebabkan agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia berbeda dari negara asainya, yakni India.

2.      Peninggalan Masyarakat Indonesia Masa Aksara
Setelah bangsa Indonesia mengenal tulisan, maka banyak sekali peninggalan tertulis yang sangat berguna untuk penelitian kehidupan sejarah Indonesia pada masa sejarah. Tulisan yang ditinggaikan itu dipandang sebagai suatu rekaman tertuiis tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan dapat dijadikan sumber sejarah yang besar nilainya. Rekaman tertulis itu dapat berupa prasasti, kitab, dokumen, atau peninggalan tertulis Iainnya.
a.       Prasasti
Prasasti merupakan batu bertuiis yang dibuat atas perintah seorang raja dengan tujuan untuk mengabadikan suatu peristiwa penting atau untuk rnenunjukkan kekuasaan seorang raja. Prasasti biasanya berisi?
1)      mengenaikehidupansuatumasyarakat di masa Iampau pada waktu prasasti itu dibuat,
2)      penghormatan kepada dewa
3)      penetapan daerah perdikan/sima (daerah bebas pajak),
4)      pemberianhadiah atau jalannya suatu upacara. `
Huruf dan bahasa yang dipakai kebanyakan adalah huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Semasa kemunculan kerajaan Hindu-Buddha banyak sekali ditemukan prasasti, di antaranya Prasasti Mantyasih (Kerajaan Mataram Hindu), Prasasti Ligor (Kerajaan Sriwijaya), Prasasti Kedukan Bukit (Sriwijaya), Prasasti Ciaruteun, dan Prasasti Tuqu (Kerajaan Tarumanegara).
b.      Kitab
Kitab merupakan sebuah karya Sastra para pujangga pada masa Iaiu dan kitab tersebut dapat dijadikan sebagai Salah satu petunjuk untuk mengungkap peristiwa masa Iampau. Biasanya berisi mengenai keagungan dan kebesaran seorang raja yang Sedang berkuasa, maka kadang isi kitab tidak netral karena tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan. Beberapa contoh kitab yang terkenal pada masa Hindu-Buddha misalnya Arjunawiwaha, Mahabharata, Negarakertagama, Sutasoma, Pararaton, Ramayana, Sundatyana, dan Sorandaka. Setelah masuknya Islam di indonesia, maka kitab-kitab yang ada tentu saja terpengaruh Islam seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, kitab Sastra Gending, kitab Bustanussalatin, dan kitab Suiuk (Suiuk Wujil, Suiuk Sukarsa, dan Suluk Malang Sumirang).
c.       Dokumen
Dokumen merupakan surat berharga yang tertulis atau tercetak dan dapat dipakai sebagai bukti atau kebenaran suatu peristiwa sejarah, wujudnya dapat berupa gambar, kutipan guntingan Koran, bahan referensi, surat-surat berharga, dan sebagainya, dikument-dokument itu perlu didokumentasikan melalui pengumpulan, pemilihan pengolahan dan penyimpanan informasi dari berbagai bidang dan kemudian disimpan di kantor Arsip Negara agar generasi-generasi mendatang dapat meninkmati
E.  Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia
Penulisan sejarah merupakan suatu tahapan yang sangat penting dalam mengungkap kebenaran mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu dan pengungkapan itu dapat dipertanggung jawabkan secara ilmian. Di sisi lain, penulisan sejarah juga mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk jati diri suatu bangsa (nation building), sehingga akan dapat menimbulkan harga diri dan kebanggaan sebagai suatu bangsa.  Perkembangan upaya penulisan suatu sejarah berjalan seiring dengan makin berkembangnya suatu masyarakat seteiah mendapatkan pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan yang juga makin modern. Ada beberapajenis perkembangan penulisan sejarah Indonesia, disesuaikan dengan fase-fase perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Jenis penulisan itu meliputi:

1.    Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah karya sejarah yang penulisannya belum menggunakan kaidah dan pembuktian alamiah dikarenakan ada jalinan yang sangat erat antara unsur-unsur Sastra, imajinasi, dan mitologi yang dikisahkan sebagai uraian peristiwa pada masa Iampau. Hal itu dapat dijumpai pada beberapa hasil karya historiografi tradisional yang disebut dengan hikayatatau babad. Penulisan sejarah pada era ini berpusat pada masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, karena bagi penulis sejarah pada masa ini, bentuk penyanjungan terhadap penguasa merupakan wujud dari pengabdian yang tulus dari rakyatnya.
Ciri-ciri dari penulisan sejarah tradisional dapat dijabarkan sebagai berikut.
a.       Istanasentris, artinya yang ditulis hanya seputar istana saja, berorientasi kepada penguasa, etnis ataupun primordial yang menekankan kepada usaha iegitimasi dari penguasa, pembenaran kepada keabsahan seorang penguasa.
b.      Bersifat religiomagis, yaitu mengakui adanya kekuasaan di atas manusia dan magis, percaya kepada kekuatan supranatural, sehingga banyak diwarnai dengan percaya kepada hai-hal yang sifatnya mitos.
c.       Mengarah kepada skrenomisme yang dimaksudkan yaitu kronologi yang kacau dan terbolak-balik, sehingga kadang menimbulkan multitafsir.
d.      Sangat dipengaruhi dengan kebudayaan Hindu-Buddha-Islam.
e.       Mengedepankan sejarah keturunan dari raja kepada raja berikutnya.
f.       Untuk membuat simbol identitas baru.
Historiografi tradisional terbagi menjadi:
a.       Historiografi tradisional kuno, yang merupakan hasil terjemahan kebudayaan Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata. Di samping itu juga bersifat reiigio magis karena juga dimaksudkan untuk menyebarkan agama. Tujuan iainnya adalah untuk menaikkan martabat suatu kasta tertinggi, yaitu kasta Brahmana,
b.      Historiogran tradisionai tengah, pada masa ini karya-karya yang berhasil diciptakan adalah berbentuk Kidung dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Peristiwanya terjadi di luar keraton.
2.      Etnosentris, yaitu Iebih cenderung kepada satu budaya tertentu.
3.      Naratifkonsepsional,sehingga sifatnya subjektif walaupun berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada.
4.      Nonoffioiai, yakni memberikan pengertian kepada masyarakat tentang norma-norma kebaikan dan kepahlawanan. Contohnya Kidung Pararaton, Kidung Sundayana, dan Kidung Sorandaka.
c.       Historiografi tradisional baru yang sudah sangat kaya pengaruh unsur Islamnya, bergaya Islam Jawa, kronologis, etnosentris, dan feodaiistik. Contohnya Kitab Busatanussaiatin yang merupakan karya dari Nurudin ar-Raniri, Kitab Astabrata, Nitisruti, dan Nitasastra.

2.    Historiografi Kolonial
Historiografi koionial merupakan karyakarya sejarah tentang Indonesia yang terbit dan ditulis pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Penulisnya bukan bangsa Indonesia melainkan orang-orang kulit putih atau dapat dijuiuki sebagai ilmuwanl sejarawan dari Belanda. Penulis-penuiis tersebut bahkan ada yang belum pernah datang ke Indonesia, sehingga gambaran mengenai Indonesia hanya didapat dari artikei-artikel Indonesia yang ada di Belanda/Nederland. Historiografi koionial biasanya berisi mengenai kebijakan-kebijakan (yang dianggap baik) pemerintahan Belanda di Indonesia, sehingga apa yang dilakukan Belanda di Indonesia makin meiegitimasi keberadaannya di nusantara ini.

Pada umumnya penulisan sejarah koionial berisi mengenai:
a.       Aktivitas pemerintah koionial atau Eropasentris/Nederlandsentris
b.      Seiuk beluk kegiatan para gubernur jenderai Belanda di Indonesia dengan segaia aktivitasnya.
c.       Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dianggap sebagai unsure pemberontak dalam pandangan penulis Belanda.
d.      Menonjolkan sisi baik dari Belanda dalam ikut memajukan Indonesia, seperti yang ditulis dalam buku Geschiedenis van Nederlandsch-Indie yang ditulis oleh F. W. Stapel, dkk. Pada tahun 1938 f 1943, bahwa Indonesia dapat bersatu, tidak saling bermusuhan, pandai, beradap dikarenakan kehadiran bangsa Belanda di Indonesia.

3.      Historiografi Nasional
Penulisan sejarah yang bersifat nasional sebenarnya sudah dirintis sejak masa koionial, tetapi masih berkibiats kepada karya-karya masa historiograi koionial, sehingga dianggap kurang nasionaiis karena latar belakangnya masih memakai latar belakang koionial. Baru pada tahun 1960-an terjadi perubahan besar pada penulisan sejarah nasional yang dipeloporioleh Sartono Kartodirdjo ketika menulis tentang pergerakan sosial masyarakat Banten pada tahun 1888 yang diberi judul Pemberontakan Petani di Banten 1888. Di mana dalam penuiisan buku tersebut, beliau telah menggunakan pendekatan multidisiplin dan interdisiplin, sehingga karya yang dihasilkan sudah memenuhi kaidah disiplin ilmu dan sisi lndonesianya Iebih menonjol tanpa mengurangi bobot keilmiahannya.
Adapun ciri-ciri historiografi nasional dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.       Bersifat Indonesiasentris, menjadikan bangsa Indonesia sebagai subjek dan mengedepankan kepentingan Indonesia.
b.      Sejarah lokal mulai diperhatikan, sehingga berbagai peristiwa yang terjadi di daerah Indonesia, dapat diketahui oleh masyarakat Iuas.
c.       Pendekatan multidimensional mulai diterapkan, sehingga dalam menulis suatu peristiwa sejarah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun militer.
d.      Sebagian besar disusun oleh orang Indonesia sendiri, sehingga lebih dapat menjiwai, lebih luas dalam mengupas suatu peristiwa sejarah.
Historiografi Indonesia Modern
Historiograi Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu yaitu historiograti tradisional, historiografi masa Kolonial atau masa reformasi. Tumbuhnya historiograh Inddnesia modern merupakan suatu tuntutan akan ketepatan teknik dalam usaha untuk mendapatkan fakta sejarah secermat mungkin dan mengadakan rekonstruksi sebaik mungkin serta menerangkannya setepat mungkin. Historiograi modern yang tumbuh dari Eropa baru dikembangkan di Indonesia dan Asia Tenggara pada paruh Kedua abad ke-19. Perluasan kekuasaan bangsa Eropa yang tidak merata di seluruh wiiayah dan sumber bahan yang sedikit tidak memungkinkan adanya perkembangan historiografi modern, maka tulisan yang dihasiikan orang-orang Eropa pada abad ke 16 sampai ke 19 tidak mempengaruhi penulisan orang-orang Asia khususnya Indonesia.
Historiografi Indonesia Modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember 1957, ketika itu kementrian pendidikan mengadakan Seminar Nasional Sejarah yang pertama di Yogyakarta untuk merancang sejarah nasional yang resmi. Pembangunan nasional adalah saiah satu tema utama pada tahun 1950-an dan penulisan sejarah nasional adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses ini. Seminaritu membicarakantentang usaha penulisan sejarah nasional yang berpandangan Indonesia sentris. Sejarah nasional diharapkan menjadi alat pemersatu dengan memberikan penjeiasan tentang keberadaaan bangsa Indonesia melalui jejak sejarahnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu objektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan karena yang menuiis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya adalah orang Indonesia asli.
Pada saat Seminar Nasional Sejarah yang pertama muncul perselisihan pendapat antara Muhammad Yamin dan Soedjatmoko. Yamin berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya mengarah pada interpretasi nasionaiis yang dapat berguna untuk memperkuat kesadaran nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme mengesampingkan pendekatan ilmiah murni, karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab perorangan dan semacam universaiisme abstrak. Soedjatmoko kalah suara dikarenakan pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia didorong untuk menjadi orang Indonesia.
Para sejarawan baru membangun sejarah nasioanl mereka diatas basis koionial. Meskipun demikian asai usul Indonesia tetap dipancang kuat-kuat pada masa imperialisme Majapahit yang berpusat di Jawa. Kaum inteiektuai seperti Muhammad Hatia, Takdir Aiisjahbana, dan para pemuka politik diiuar Jawa menentang imperialism Majapahit baru yang terpusat di Jawa. Roeslan Abdul Gani mengemukakan sejarah yang diilhami Marxisme yang menunjukan antithesis antara kekuatan terang dan kekuatan gelap pada akhirnya membuahkan kebebasan bagi rakyat jelata, Sementara Hatta menekankan bahwa historiograii sejati Indonesia berkaitan dengan wujudnya manusia pancasila.
Menjelang akhir tahun 1950-an upaya untuk membentuk Iembaga-Iembaga demokrasi dan otonomi daerah mengalami kegagalan akibat nasionalisme otoriter Soekarno. Indonesia masih menjadi negara tanpa sejarah karena niat konstituante 1957 untuk menulis sejarah nasional yang baru tidak terwujud. Menurut Pramodya Anata Toer yang mempunyai pandangan sama dengan Yamin dan Iain-Iain beranggapan bahwa meskipun historiografi Indonesia sebaiknya menggunakan metode modern penulisan sejarah yang berkembang di barat, tetapi historiografi Indonesia harus membedakan diri dari yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia. Sementara itu disisi Iain, para wakil militer juga ikut Serta menuiis ulang sejarah nasional dan memasukannya ke dalam mata peiajaran sejarah. Nugroho Notosusanto pada tahun 1970-an berhasii melakukan militerisasi historiografi Indonesia terutama menyoroti peranan militer dalam menjaga keseiamatan negara.







  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment